Silicon Valley – Persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok kini berpusat pada teknologi yang paling strategis di abad ke-21: semikonduktor, khususnya chip Kecerdasan Buatan (AI). Perang Dingin Semikonduktor ini telah memicu pembatasan ekspor yang ketat dan investasi domestik yang masif, menciptakan ketidakpastian besar dalam rantai pasok teknologi global. Chip AI, yang menjadi tulang punggung dari large language models (LLM), komputasi kuantum, dan militer modern, telah menjadi mata uang baru kekuatan global.
Pemerintahan AS telah memberlakukan kontrol ekspor yang luas yang melarang perusahaan AS menjual chip AI canggih dan peralatan pembuat chip (chipmaking equipment) tertentu ke Tiongkok. Tujuan utamanya adalah untuk menghambat kemampuan Tiongkok dalam mengembangkan kemampuan AI dan supercomputing yang digunakan untuk tujuan militer dan pengawasan. Pembatasan ini secara langsung menargetkan perusahaan-perusahaan Tiongkok yang mengembangkan AI, memaksa mereka untuk mencari solusi alternatif yang kurang canggih.
Sebagai respons, Tiongkok telah meluncurkan inisiatif self-sufficiency besar-besaran, mengalokasikan triliunan yuan untuk mengembangkan industri chip domestik mereka sendiri. Fokusnya adalah pada “lokalisasi” — memproduksi chip dan peralatan dalam negeri—untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi Barat. Meskipun menghadapi tantangan besar dalam menyamai teknologi pemrosesan chip tercanggih (di bawah 7nm), Tiongkok telah membuat kemajuan signifikan dalam chip yang sedikit lebih tua dan chip yang dirancang khusus untuk AI mereka sendiri.
Pertarungan ini menciptakan dilema bagi perusahaan semikonduktor global seperti NVIDIA, AMD, dan ASML. Mereka harus menavigasi pasar Tiongkok yang sangat menguntungkan, sambil mematuhi peraturan AS yang ketat. Ini telah mendorong munculnya versi chip “yang dilemahkan” atau disesuaikan yang secara teknis berada di bawah batas ekspor yang ditetapkan, namun masih menawarkan kinerja yang cukup untuk pasar Tiongkok. Pendekatan ini adalah upaya untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan persyaratan kepatuhan.
Dampak jangka panjang dari Perang Dingin Semikonduktor ini adalah fragmentasi rantai pasok teknologi. Dunia mungkin akan bergerak menuju dua ekosistem teknologi yang terpisah dan kurang kompatibel: satu yang berpusat di Barat dan satu lagi di Tiongkok. Fragmentasi ini tidak hanya akan meningkatkan biaya bagi konsumen secara global, tetapi juga dapat memperlambat laju inovasi karena kurangnya kolaborasi global yang terbuka. Dominasi chip AI adalah perebutan kekuasaan yang akan mendefinisikan hubungan geopolitik selama beberapa dekade.

