Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, industri perkapalan adalah urat nadi bagi perekonomian Indonesia. Konsep Tol Laut yang digagas pemerintah bertujuan menekan disparitas harga antara wilayah barat dan timur. Namun, ironisnya, sebagian besar kapal yang berlayar di perairan Indonesia masih didominasi oleh kapal berbendera asing atau kapal bekas impor.
Industri galangan kapal nasional saat ini berada dalam kondisi sulit. Galangan kapal dalam negeri kalah bersaing karena tingginya biaya produksi, terutama akibat ketergantungan pada impor komponen utama seperti mesin dan baja. Tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi juga membuat industri ini sulit mendapatkan modal kerja untuk proyek skala besar.
Kebangkitan industri ini sangat bergantung pada keberpihakan regulasi. Kebijakan cabotage (asas yang mewajibkan angkutan dalam negeri menggunakan kapal berbendera Indonesia) harus ditegakkan tanpa kompromi. Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal, seperti pembebasan bea masuk untuk komponen kapal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
Fokus tidak hanya pada kuantitas, tetapi juga kualitas dan teknologi. Galangan kapal nasional perlu didorong untuk beralih dari sekadar membangun kapal konvensional (seperti tongkang) ke kapal yang lebih kompleks, seperti kapal tanker, kapal penumpang, atau kapal pendukung industri offshore. Ini membutuhkan transfer teknologi dan peningkatan kualitas SDM.
Revitalisasi industri perkapalan adalah kunci untuk kedaulatan maritim. Jika berhasil, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan armada Tol Laut dengan kapal buatan sendiri, tetapi juga mengurangi defisit neraca jasa pelayaran. Ini adalah langkah strategis untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

