Siapa di sini yang hidupnya bergantung sama ‘Abang Ojol’ atau freelancer desainer? Ekonomi Gig (Gig Economy) ini udah jadi tulang punggung baru. Tapi, di panggung global, model bisnis ‘kemitraan’ ini lagi digugat habis-habisan.
Di Eropa dan AS, pengemudi ojol/taksi online nuntut status karyawan. Mereka mau apa? Tunjangan, jaminan sosial, dan upah minimum. Perusahaan aplikasi jelas pusing tujuh keliling, model bisnisnya bisa ‘ambruk’.
‘Mitra’ Terus, Yakin Kuat?
Di Indonesia, isunya sama persis. Status ‘mitra’ itu abu-abu banget. Di satu sisi ngasih fleksibilitas, di sisi lain nggak ada jaring pengaman sama sekali. Kalau sakit atau gak narik/nge-projek, ya nggak makan. Sustainable gak sih kayak gini terus?
Ini PR (Pekerjaan Rumah) besar buat pemerintah dan perusahaan aplikasi. Kita butuh ‘jalan tengah’ baru. Model hybrid yang ngasih perlindungan dasar (minimal BPJS Ketenagakerjaan) tapi tetep fleksibel. Kalau nggak, ‘bom waktu’ sosial ini siap meledak.
Intisari:
- Model bisnis ‘kemitraan’ Ekonomi Gig (ojol, freelancer) sedang digugat secara global.
- Para pekerja menuntut hak setara karyawan seperti tunjangan dan jaminan sosial.
- Di Indonesia, status ‘mitra’ yang abu-abu dinilai tidak sustainable jangka panjang.
- Dibutuhkan regulasi ‘jalan tengah’ baru untuk melindungi pekerja tanpa membunuh inovasi.
