Cuti tahunan adalah hak pekerja yang seringkali disepelekan. Banyak yang terjebak dalam dua ekstrem: mengambil cuti panjang sekaligus yang menghabiskan jatah, atau tidak mengambilnya sama sekali karena takut pekerjaan menumpuk (hustle culture). Padahal, memanfaatkan cuti tahunan secara cerdas adalah investasi krusial untuk kesehatan mental dan produktivitas jangka panjang.
Strategi cerdas pertama adalah “micro-dosing” liburan. Alih-alih mengambil cuti dua minggu penuh, pecahlah menjadi beberapa bagian. Mengambil cuti satu hari di hari Jumat atau Senin untuk menciptakan “long weekend” (akhir pekan panjang) terbukti efektif secara psikologis. Ini memberikan istirahat yang sering dan teratur, membantu mencegah burnout tanpa harus “kabur” dari pekerjaan terlalu lama.
Kedua, rencanakan cuti di sekitar periode low season. Bepergian di luar musim liburan puncak tidak hanya jauh lebih murah dari segi tiket dan akomodasi, tetapi juga memberikan pengalaman yang lebih otentik. Anda terhindar dari keramaian, antrean panjang, dan bisa menikmati destinasi dengan lebih tenang.
Ketiga, gunakan cuti untuk “staycation” yang bermakna atau “deep work” pada hobi. Cuti tidak harus selalu berarti bepergian jauh. Menggunakannya untuk benar-benar beristirahat di rumah, membereskan urusan personal, atau fokus mendalami hobi yang tertunda (seperti melukis, coding, atau berkebun) bisa jauh lebih menyegarkan daripada perjalanan yang melelahkan.
Yang terpenting, saat cuti, berkomitmenlah untuk benar-benar “putus koneksi”. Matikan notifikasi email kantor dan grup kerja. Persiapkan serah terima pekerjaan yang jelas sebelum Anda pergi. Cuti yang cerdas adalah cuti yang berkualitas, di mana pikiran Anda benar-benar beristirahat dan kembali bekerja dengan energi dan perspektif baru.

